
Pejabat Senior: Ukraina Harus Menahan Serangan hingga 10 Hari ke Depan untuk Gagalkan Rusia
Seorang pejabat senior Ukraina pada Rabu (9/3/2022) mengatakan, negaranya harus menahan serangan Rusia selama 7 10 hari ke depan untuk menggagalkan kemenangan Moskow. Diketahui hingga kini, lebih dari dua juta orang telah mengungsi dari Ukraina, terhitung sejak Presiden Rusia Vladimir Putin melancarkan invasi. Vadym Denysenko, penasihat Menteri Dalam Negeri Ukraina, mengatakan Rusia sangat menginginkan sebuah kemenangan.
Ia menyebut, Kota Mariupol atau Ibu Kota Kyiv adalah target yang paling mungkin untuk rencana tersebut. "Mereka (Rusia) membutuhkan setidaknya beberapa kemenangan sebelum mereka dipaksa ke dalam negosiasi akhir," tulis Denysenko di Facebook. "Oleh karena itu tugas kita adalah berdiri selama 7 10 hari ke depan," tambahnya, dikutip dari .
Rusia mengatakan akan membuka koridor kemanusiaan pada Rabu (9/3/2022) untuk warga Ukraina di Kyiv dan empat kota lainnya agar bisa mengungsi. Satu satunya koridor kemanusiaan yang saat ini beroperasi adalah di Kota Sumy, yang dibuka pada Selasa (8/3/2022) lalu. Sekitar 5.000 orang menaiki bus dari Sumy pada Selasa setelah Moskow dan Kyiv menyetujui koridor ini, jelas gubernur regional Sumy, Dmytro Zhyvytskyy.
Ia menambahkan, sekitar 1.000 mobil juga diizinkan pergi menuju Kota Poltava. Zhyvytskyy, secara terpisah mengatakan bahwa daerah pemukiman di Sumy telah dibom. Insiden yang ia sebut 'pembunuhan massal' itu menewaskan 22 warga sipil.
Namun Moskow membantah menargetkan warga sipil dalam invasinya. Ukraina juga menuduh pasukan Rusia menembaki rute evakuasi lain, dari Mariupol di selatan negara itu. Mikhail Mizintsev, kepala Pusat Kontrol Pertahanan Nasional Rusia, seperti dikutip oleh kantor berita Tass , bahwa pasukan Rusia akan "mengamati rezim yang diam" mulai pukul 10 pagi waktu Moskow untuk memastikan perjalanan yang aman bagi warga sipil yang ingin meninggalkan Kyiv, Chernihiv, Sumy, Kharkiv, dan Mariupol.
Tidak jelas apakah rute yang diusulkan akan melewati Rusia atau Belarus, yang sebelumnya ditentang pemerintah Ukraina. Kremlin menggambarkan invasinya sebagai 'operasi khusus' untuk melucuti senjata Ukraina dan menggulingkan para pemimpin yang disebutnya neo Nazi. Di sisi lain, Ukraina dan sekutu Barat menyebutnya sebagai dalih Rusia untuk melancarkan perang.
Pejabat intelijen Amerika Serikat memperkirakan 4.000 tentara Rusia tewas selama invasi ke Ukraina. Letnan Jenderal Scott Berrier, direktur Badan Intelijen Pertahanan, berbicara kepada Komite Intelijen DPR pada Selasa tentang meningkatnya korban invasi. Kerugian di pihak Rusia dan Ukraina sulit dihitung karena invasi ke Ukraina terus berlanjut.
"Apakah Anda dapat mengatakan dalam sesi terbuka berapa banyak tentara Rusia yang terbunuh?" tanya Perwakilan Adam Schiff (D Calif.), ketua komite, kepada Berrier. "Dengan keyakinan rendah, antara (2.000) dan 4.000," kata Berrier. "Angka itu berasal dari beberapa sumber intelijen tetapi juga open source, dan bagaimana kami menggabungkannya," lanjutnya, dikutip dari .
Sementara militer Rusia terus melancarkan serangan, banyak ahli mengatakan bahwa perlawanan dari pasukan Ukraina kemungkinan lebih besar daripada yang diantisipasi Putin. Berrier mengatakan, pasukan Rusia kemungkinan besar tidak akan siap untuk menghadapi apa yang terjadi di Ukraina.