5 Hukum Menikah dalam Islam, dari Wajib, Sunah hingga Haram
Menikah dalam Islam merupakan bagian dari ibadah. Bahkan Rasulullah mengatakan, menikah merupakan suatu bagian dari penyempurnaan agama dan iman. Pada dasarnya, hukum menikah adalah mubah atau sesuatu yang dibolehkan.
Namun, hukum ini bisa berubah jika dilihat dari situasi dan kondisi serta niat seseorang yang akan menikah. Hukum menikah bisa sebagai wajib, sunah, mubah, makruh, bahkan haram, bergantung pada kondisi dan situasi orang hendak menikah. Berikut ini penjelasan hukum menikah dalam Islam, dikutip dari buku Panduan Ibadah Muslimah karya Syukron Maksum.
Wajib jika seseorang sudah mampu dan sudah memenuhi syarat, serta khawatir akan terjerumus melakukan perbuatan dosa besar jika tidak segera menikah. Orang dengan kriteria tersebut diwajibkan untuk segera menikah agar tidak terjerumus melakukan dosa zina. Sunah, bagi seseorang yang sudah mampu untuk berumah tangga, mempunyai keinginan niat nikah.
Dalam hal ini, orang yang apabila tidak melaksanakan nikah masih mampu menahan dirinya dari perbuatan dosa besar (zina) dihukumi sunah. Mubah, yakni bagi seseorang yang telah mempunyai keinginan menikah, tetapi belum mampu mendirikan rumah tangga atau belum mempunyai keinginan menikah, tetapi sudah mampu mendirikan rumah tangga. Makruh, bagi seseorang yang belum mampu atau belum mempunyai bekal mendirikan rumah tangga.
Haram, bagi seseorang yang bermaksud tidak akan menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri yang baik. Diantara hikmah dari dilaksanakannya pernikahan adalah sebagai berikut: Dalam realita di masyarakat, banyak orang melaksanakan pernikahan di bulan Syawal, bulan setelah Ramadan dalam kalender Islam.
Lantas, bagaimana hal itu dilihat dari perspektif Islam? Pejabat Penyuluh Agama Islam Kemenag Surakarta, Mufti Addin, menerangkan sebenarnya tidak ada ketentuan khusus mengenai menikah di bulan tertentu. Karena pada dasarnya semua hari dan bulan adalah baik disisi Allah.
Terkait dengan pilihan menikah di bulan Syawal, hal itu merupakan bentuk dari menjalankan sunah dari Rasulullah. Sebab dahulu Rasulullah saat menikahi Sayyidah Aisyah juga pada bulan Syawal. Bukan tanpa alasan Rasulullah memilih bulan Syawal sebagai waktu untuk menikah.
Ia menjelasakan, pada zaman jahiliah dulu, orang Quraish Arab memiliki keyakinan bahwa menikah di bulan Syawal adalah suatu pantangan. "Pada masa itu (jahiliah), orang Quraish Arab memiliki keyakinan bahwa menikah di bulan Syawal itu tanda kesialan. Tidak hanya menikah, bahkan berhubungan suami istri di bulan syawal itu sesuatu yang tabu bagi masyarakat Quraish jahiliah jaman dulu," kata dia. Rasulullah menampik anggapan tersebut dan justru memilih menikah dengan Aisyah pada Bulan Syawal.
"Oleh karena itu, Rasulullah sengaja memilih bulan Syawal untuk menikah dengan Aisyah dan ingin menampik anggapan orang jahiliah quraish jaman dulu," terangnya. Hal itu juga sesuai sebuah hadis yang berbunyi; عن عائشة رضي الله عنها قالت تزوجني رسول الله صلى الله عليه و سلم في شوال وبنى بي في شوال فأي نساء رسول الله صلى الله عليه و سلم كان أحظى عنده منى قال
Sayyidah ‘Aisyah radliyallâhu ‘anha berkata: “Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam menikahiku pada bulan Syawal dan mengadakan malam pertama pada bulan Syawal. Istri Rasulullah mana yang lebih bentuntung ketimbang diriku di sisi beliau?” (HR Muslim). Artikel ini merupakan bagian dari KG Media. Ruang aktualisasi diri perempuan untuk mencapai mimpinya.